Sabtu, 29 Desember 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 21122012

MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
( lanjutan ................
Hak yang ketujuh adalah menepati sumpah, yakni jika ia bersumpah padamu dengan sesuatu, maka tepati dan sepakatilah sumpahnya itu. Jika ia bersumpah dan berkata, "Demi Allah, aku akan berbuat ini dan itu, maka kamu wajib menepati sumpah dan menyepakatinya, kecuali jika hal itu memudharatkanmu, misalnya jika ia bersumpah padamu agar memberitahukannya tentang isi rumahmu berupa sesuatu yang tidak kamu sukai jika orang lain mengetahuinya, maka janganlah kamu beritahukan, karena dia sudah melampaui batas, hal ini karena ia memintamu untuk menjelaskan sesuatu yang menjadi rahasiamu, jika ia sudah melampaui batas, maka balasan bagi orang yang melampaui batas adalah meninggalkannya dan jangan menyepakati pelanggaran tersebut.
 
Tetapi jika dalam sumpahnya itu tidak ada pelanggaran, maka kamu wajib menepatinya, berikan apa yang disumpahkannya, kecuali jika berupa kemaksiatan, apabila sumpah itu berupa kemaksiatan, maka janganlah kamu memenuhinya. Misalnya ia bersumpah jika kamu memberikannya dirham, maka ia akan membelikannya rokok, hal ini tidak harus kamu penuhi, bahkan kamu tidak boleh menyetujuinya, karena kamu akan membantunya dalam berbuat dosa dan permusuhan. Atau sumpah yang memudharatkanmu, seperti yang telah kita contohkan tentang orang yang bersumpah padamu agar kamu memberitahukan tentang rahasia rumahmu, berupa hal-hal yang tidak kamu sukai untuk diketahui oleh seseorang.
Atau ia bersumpah padamu dengan sesuatu yang membahayakanmu, misalnya ketika ia bersumpah dengan sesuatu yang membahayakanmu jika kamu setujui, misalnya ia mengucapkan, "Demi Allah, jangan naik haji", sedangkan haji itu wajib bagimu, maka janganlah kamu menaatinya, karena di dalamnya mengandung perintah untuk meninggalkan kewajiban. Tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Khaliq, atau ia bersumpah padamu untuk tidak menziarahi ibumu yang telah ia talak, sehingga terjadilah permasalahan antara dia dan ibunya, maka timbulah ketidaksukaannya, lalu ia berkata kepadamu, "Demi Allah, jangan pergi kepada ibumu", hal ini tidak perlu diikuti karena termasuk perbuatan dosa, yang akan menghalangi antaramu dan menyambung silaturrahmi, silaturrahmi itu adalah wajib, berbuat baik kepada kedua orang tua pun wajib, maka janganlah kamu menurutinya.
 
Diantara juga, jika seseorang bersumpah supaya kamu tidak menziarahi saudara-saudaramu atau paman-pamanmu, atau kerabat-kerabat yang lainnya, maka tidak perlu ditaati, jangan menepati sumpahnya, walaupun ia bapakmu, karena ssilaturrahmi adalah wajib, ia tidak boleh bersumpah dengan sumpah seperti itu. Jika silaturrahmi dijalankan oleh seseorang, maka Allah akan menyambungkannya, Allah telah berjanji mengenai silaturrahmi, Ia akan menyambungkan orang-orang yang menyambungnya, dan memutuskan orang yang memutusnya, jika tidak ada hal-hal yang terlarang, maka yang lebih utama adalah menepatinya.
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 21122012

Memakamkan  Jenazah
 
Hukum  Meletakkan  Pelepah  Kurma (atau bunga)
di atas Makam
           
Meletakkan pelepah kurma ataupun bunga di atas makam bukan termasukperbuatan yang di syariatkan. Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan yang lain, dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW., melewati dua makam, lantas beliau bersabda, "Sesungguhnya kedua jenazah ini dalam keadaan di siksa. Mereka di siksa bukan karena dosa besar. Yang satu (disiksa) karena ia tidak bersuci setelah kencing sementara satunya lagi, ia berjalan dengan mengadu domba". Setelah itu beliau meminta agar diambilkan pelepah kurma yang masih basah. Beliau membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya kedua makam tersebut. Setelah itu, beliau bersabda, "Semoga pelepah kurma ini bisa meringankan (siksaannya) selama ia masih basah". Riwayat ini telah dijawab oleh khathabi. Ia berkata, apa yang dilakukan Rasulullah SAW dengan menancapkan pelepah kuram di atas makam lalu bersabda, "Semoga pelepah kurma ini bisa meringankan (siksaannya) selama ia masih basah", merupakan bentuk keberkahan dari bekas Rasulullah SAW dan beliau juga berdoa agar kedua jenazah diringankan siksanya oleh Allah SWT. Seakan-akan Rasulullah SAW menjadikan masa basahnya pelepah kurma sebagai masa diringankannya siksa bagi jenazah, bukan berarti pelepah yang masih basah memiliki makna tersendiri daripada pelepah yang sudah kering.
 
Pada umumnya, masyarakat masyarakat di berbagai daerah membawa daun kurma lalu diletakkan di atas makam sanak-saudaranya. Menurutku, mereka melakukan hal yang sedemikian karena pemahamannya terhadap hadits ini kurang benar.
 
Apa yang dikatakan oleh Khathabi ini adalah benar, dan pemahaman seperti inilah yang sesuai dengan pemahaman para sahabat, karena tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa mereka meletakkan pelepah kurma atau bunga di atas makam, kecuali sahabat Buraidah al-Aslami. Ia pernah berwasiat agar di atas makamnya nanti diletakkan dua pelepah kurma.[1] Jadi, menaruh pelepah kurma bukanlah amalan yang disyariatkan, karena para sahabat tidak pernah melakukannya kecuali Buraidah.
 
Ibnu Hajar berkata, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Fath al-Bari, "Seakan Buraidah memahami hadits ini untuk umum, bukan khusus bagi kedua jenazah tersebut". Ibnu Rasyid berkata, "Apa yang dipaparkan Bukhari menunjukkan bahwa hadits tersebut bersifat khusus. Karena itu, Bukhari juga mengemukakanperkataan Ibnu Umar ketika ia melihat tenda di atas makam Abdurrahman, 'Lepaskan, sesungguhnya ia hanya mendapat teduhan dari amal baik yang telah dilakukannya'. Perkataan Ibnu Umar ini menunjukkan bahwa apa yang diletakkan di atas makam jenazah tidak berpengaruh apapun terhadap jenazah, karena yang dapat berpengaruh padanya adalah amal saleh yang pernah ia lakukan.
 
[1].           HR. Bukhari kitab "al-Janaiz" bab "al-Jarid 'ala al-Qabri"  jilid ii, hal : 119
 
Fiqih Sunnah®

Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 21122012

Menjama' Shalat Ketika di Rumah
 
439.    Bersumber dari Ibnu Abbas ra, ia mengatakan, 'Rasulullah SAW pernah menjama' antara shalat zuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan isya' di kota Madinah bukan karena ketakutan dan bukan (pula) karena hujan'. Dalam riwayat Waki', disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Mengapa Nabi SAW berbuat demikian?' Ibnu Abbas menjawab, 'Beliau SAW tidak ingin memberatkan umatnya'. Dalam riwayat Abu Mu'awiyah, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Apa yang beliau inginkan terhadap perbuatan tersebut?'. Jawab Ibnu Abbas, 'Beliau ingin tidak memberatkan umatnya'.
            (Muslim II : 152)
 
Shalat di Rumah Kala Hujan Lebat
 
440.    Bersumber dari Ibnu Umar ra, bahwa ia pernah mengumandangkan adzan untuk shalat pada suatu malam yang dingin, hujan lebat disertai angin kencang. Maka di penghujung adzannya, ia menyerukan, "Ketahuilah, shalatlah kalian dirumah kalian, ketahuilah shalatlah kalian dirumah kalian". Kemudian dia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah memerintahkan seorang muadzdzin, mankala malam amat dingin atau hujan lebat dalam safar, agar dia mengucapkan, "Ketahuilah, shalatlah kalian dirumah kalian!".
(Muslim II : 147)
 
Ringkasan Shahih Muslim®                      

Selasa, 25 Desember 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 20122012

MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
 
( lanjutan ................
 
Hak yang keenam dari hak-hak seorang muslim kepada saudaranya adalah menolong orang yang yang dizalimi, yakni mencegah kezaliman itu, baik kezaliman pada harta, harga diri, atau jiwa. Seorang muslim wajib menolong saudaranya yang muslim, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi". Mereka bekata, "Ya Rasulullah, orang yang dizalimi ini – yakni kami membelanya dari kezaliman – bagaimana kami menolong orang yang zalim? Lalu beliau bersabda, "Mencegah dia dari berbuat kezaliman, itulah cara menolongnya"[150]. Karena orang yang zalim itu terkalahkan oleh nafsunya sehingga ia berbuat zalim, maka kamu menolong untuk mrngalahkan nafsunya sehingga ia tercegah dari kezaliman tersebut.
 
Jika kamu melihat seseorang yang menzalimi tetangganya dengan menjelek-jelekkan dan tidak adanya kepedulian terhadapnya, maka kamu wajib menolong keduanya; yang zalim dan yang terzalimi, pergilah kepada orang yang menzalimi tetangganya, yang tidak peduli dengan hak-hak tetangganya, berikan ia nasihat dan jelaskan kepadanya tentang dosa dan ganjaran bagi orang yang-orang yang berbuat buruk kepada tetangganya, juga jelaskan tentang pahala dan balasan bagi orang yang berbuat baik kepada tetangganya, ulangi terus sampai Allah memberikan petunjuk kepadanya, lalu ia meninggalkannya. Tolonglah tetangga yang terzalimi, kamu katakan padanya, "Aku akan menasehati tetanggamu dan berbicara padanya, jika Allah memberikan hidayah kepadanya, maka inilah yang kita harapkan, dan jika tidak mendapatkannya, maka kabarkan padaku hingga aku dan kamu mengadukannya ke hakim, kita saling membantu dalam mencegah kezaliman orang ini.
 
[150].        Shahih Al-Bukhari (6952) dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 20122012

Memakamkan  Jenazah
 
Cara Memakamkan Jenazah di  Tengah Laut
           
Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah berkata, jika ada seseorang yang meninggal dunia di atas kapal, dan kapal tersebut sedang berlayar di tengah laut, maka jenazahnya dibiarkan untuk sementara waktu hingga dua atau tiga hari selama tidak ada kekhawatiran jenazah tersebut membusuk, sampai menemukan tempat untuk berlabuh ke tepi. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka jenazah tersebut dimandikan, dikafani, diberi minyak khusus untuk jenazah, dishalati, dan dilemparkan ke laut dengan disertai beban yang di ikatkan pada jenazah sehingga jenazah tersebut tidak terapung. Pendapat seperti ini dikemukakan oleh Atha'.
 
Hasan berkata, hendaknya jenazah dimasukkan ke dalam keranjang (peti) lalu dilemparkan ke laut.
 
Imam Syafi'i berpendapat, hendaknya jenazah diletakkan di atas papan dan diletakkan di laut dengan harapan jenazah yang berada di atas papan tersebutbisa sampai ke tepian dan ditemukan penduduk setempat sehingga bisa dimakamkan (semestinya). Tapi, jika melemparkan jenazah tersebut ke tengah laut, juga tidak masalah dan (yang melempar) tidak berdosa. Dari tiga cara yang telah disebutkan, yang paling utama adalah cara yang pertama. Sebab, tujuan pemakaman jenazah adalah menutupi tubuh jenazah dan tujuan ini telah tercapai. Sedangkan cara yang kedua, yaitu dengan meletakkan jenazah di atas papan laut kemudian melemparkannya ke laut dikhawatirkan menjadikan jenazah cepat membusuk. Atau, kalau memang sampai di tepi laut, kondisi jenazah sudah dalam keadaan telanjang, atau adanya kekhawatiran orang yang menemukan jenazah adalah orang musyrik. Dengan demikian, cara yang pertama lebih utama daripada cara lain.
 
Fiqih Sunnah®