Kamis, 04 Juli 2013

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 01072013

KEUTAMAAN LAPAR, HIDUP SEDERHANA,
MERASA  CUKUP DENGAN SEDIKIT MAKANAN, MINUMAN,PAKAIAN DAN SELAINNYA BERUPA KESENANGAN DIRI JUGA MENINGGALKAN
KESENANGAN DUNIA
 
( lanjutan................
518.    Dari Fadhalah bin Ubaid Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apabila shalat, orang-orang dari Ahlu Suffah tersungkur tersungkur karena lapar. Hingga orang-orang Badui mengatakan, "Mereka adalah orang-orang gila". Dan bila telah selesai shalat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menghampiri mereka (Ahlu Suffah) dan bersabda, "Andaikan kalian tahu bagaimana kedudukan kalian di sisi Allah Ta'ala, niscaya kalian senang untuk menambah kemiskinan dan kelaparan kalian".  
(HR. At-Tirmidzi dan dia berkata, hadits ini shahih)
 
519.    Dari Abu Karimah Al-Miqdad bin Ma'di Karib Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidaklah anak Adam mengisi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Sebenarnya cukup bagi anak Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan punggungnya. Dan jika harus lebih dari itu, maka hendaknya sepertiga untuk makanan sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk nafas".
            (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits ini hasan)
 
520.    Dari Abu Umamah Iyas bin Tsa'labah Al-Anshary Radhiyallahu Anhu berkata, "Para sahabat menyebut-nyebut kemewahan dunia di dekat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lantas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Apakah kalian tidak tahu, apakah kalian tidak tahu, sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari Iman, sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari Iman". (HR. Abu Dawud)
           
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 01072013

Waktu  Shalat  Maghrib
 
Waktu shalat Maghrib sejak terbenamnya matahari dan terhalang dan berakhir ketika warna kemerah-merahan pada langit hilang. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits yang berasal dari Abdullah bi Amr, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
 
"Waktu shalat Maghrib adalah ketika matahari terbenam dan selama sinar kemerah-merahan matahari tidak hilang". HR. Muslim
 
            Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Musa, bahwasanya ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW berkaitan denga pelaksanaan shalat Maghrib. Rasulullah SAW., kemudian menuturkan sebagaimana hadits diatas. Dalam hadits tersebut disebutkan, Rasululullah SAW memerintahkan kepadanya untuk berdiri dan melaksanakan shalat Maghrib. Orang itupun berdiri dan melaksanakan shalat Maghrib pada saat matahari terbenam. Pada hari berikutnya, Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Akhirkan shalat", sampai warna kemerah-merahan matahari hampir hilang. Setelah itulah beliau bersabda, "Di antara dua waktu inilah waktu (melaksanakan shalat)".  HR. Muslim
 
            Imam Nawawi berkata Syarah Muslim, Para ulama dari kalangan kami menyatakan yang kuat adalah yang memperbolehkan mengakhirkan shalat Maghrib sampai warna kemerah-merahan matahari hilang. Dan bahwasanya diperbolehkan melaksanakan shalat alam semua waktu sebagaimana yang telah diuraikan. Juga tidak berdosa jika mengakhirkan pelaksanaan shalat dari permulaan waktu. Inilah yang benar dan tidak dibenarkan untuk selain waktu yang telah ditetapkan. Adapun hadits sebelumnya yang menguraikan tentang petunjuk Jibril, bahwasanya Rasulullah SAW melaksanakan shalat Maghrib dalam dua hari pada waktu yang sama pada saat matahari terbenam merupakan merupakan dalil atas anjuran untuk mempercepat pelaksanaan shalat Maghrib diawal waktu. Ada juga beberapa hadits yang menjelaskan hal yang sedemikian, diantaranya adalah dari :
 
            Sa,ib bin Yazid, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
 
"Umatku senantiasa berada dalam agamanya, selama mereka mengerjakan shalat Maghrib sebelum terbitnya bintang-bintang".
HR. Ahmad dan Thabrani
 
            Imam Ahmad meriwayatkan dalam Al-Musnad, dari Abu Ayyub al-Anshari, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
 
"Kerjakan shalat Maghrib ketika berbuka dan segeralah untuk mengerjakannya sebelum terbitnya bintang-bintang!".  HR. Ahmad
 
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih Muslim, dari Rafi' bin Khudaij, ia berkata,
 
"Kami melaksanakan shalat Maghrib bersama Rasululah. Kemudian salah seorang diantara kami pergi dan masih melihat tempat jatuh anak panahnya"
            HR. Bukhari
 
Imam Muslim meriwatkan dalam shahih Muslim dari Salamah bin al-Akwa', bahwasanya Rasulullah SAW melaksanakan shalat Maghrib ketika matahari terbenam dan terhalang oleh hijab.  HR. Bukhari
 
Fiqih Sunnah®
           
 
                                   

Rabu, 03 Juli 2013

Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 01072013

Bab Sikap Jujur dan Terus Terang dalam Jual Beli
3836. Muhammad bin Al-Mutsanna telah memberitahukan kepada kami,Yahya bin Sa'id telah memberitahukan kepada kami,dari Syu'bah (H)Arm bin Ali telah memberitahukan kepada kami,Yahya bin Sa'id dan Abdurrahman bin Mahdi telah memberitahukan kepada kami ,keduanya berkata,"Syu'bah telah memberitahukan kepada kami,dari Qatadah,dari Ibnu Al-Khalil,dari Abdullah bin Al-Harits,dari Hakim bin Hizam dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,beliau bersabda,"Penjual dan pembeli mempunyai hak pilih selama belum berpisah.Apabila mereka jujur dan berterus terang(tentang keadaan barang),mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka.Dan jika mereka berbohong dan menutupi(cacat barang),maka akan dihapuskan keberkahan jual beli mereka."
   Takhrij hadits
1.    Al-Bukhari di dalam Kitab : Al-Buyu',Bab Idzaa Bayyana Al-Bayyi'aan wa Lam Yaktumaa wa Nashahaa (nomor 2079),Bab:Maa Yahiqqu Al-Kadzib wa Al-Kitmaan Fii Al-Bai'(nomor 2082),Bab:Kam Yajuuzu Al-Khiyaar (nomor 2108) secara ringkas,Bab:Al-Bayyi'aan Bi Al-Khiyaar Maa Lam Yatafarraqa(nomor 2110),Bab: IIdzaa Kaana Al-Baa'I'u Bi Al-Khiyaar Hal yajuuzu Al-Bai'u(nomor 2114).
2.    Abu Dawud didalam Kitab: Al-Buyu' wa Al-Ijarat,Bab: Fii Khiyaar Al-Mutabaayi'ain (nomor 3459).
3.    At-Tirmidzi di dalam Kitab: Al-Buyu',Bab: Maa Jaa'a Fii Al-Bayyi'ain Bi Al-Khiyaar Maa Lam Yatafarraqa (nomor 1246)
4.    An-Nasa'I di dalam Kitab: Al-Buyu',Bab: Maa Yajibu'Alaa At-Tujjaar Min At-Tauqiyah Fii Mubbaaya'atihim (nomor 4469),Bab:Wujuubu Al-Khiyaar Li Al-Mutabaa'yi'ain Qabla Iftiraaqihimaa (nomor 4476),Tuhfah Al-Asyraf (nomor 3427)
 
Syarah Shahih Muslim©

Sabtu, 12 Januari 2013

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 26122012


Memakamkan  Jenazah
Tempat yang Lebih Utama untuk  Memakamkan Jenazah
           
Ibnu Qudamah berkata, Memakamkan jenazah di tempat pemakaman kaum Muslimin lebih disukai Abu Abdillahdaripada memakamkan jenazah di rumah. Karena denganmemakamkan jenazah di pemakaman kaum Muslimin orang yang masih hidup tidak terganggu dengannya. Disamping itu, dengan memakamkan jenazah di tempat pemakaman kaum Muslimin, seakan-akan jenazah tersebut berada pada tempat yang semestinya; ia lebih banyak mendapatkan doa dan bisa saling mengasihi. Para sahabat, tabi'in dan generasi setelahnya dimakamkan di tempat pemakaman kaum Muslimin yang berada di padang pasir.
Jika ada yang bertanya, kalau memang demikian kenapa Rasulullah dan kedua sahabatnya (Abu Bakar dan Umar) dimakamkan di rumah? Atas pertanyaan ini, saya menjawabnya, Sayyidah Aisyah berkata, "Semua itu dilakukan agar makam Rasulullah SAW tidak dijadikan sebagai masjid". HR. Bukhari
Rasulullah sendiri memakamkan para sahabat di makam Baqi'. Jadi, apa yang dilakukan Rasulullah SAW lebih utama (dan layak dijadikan sebagai dasar) daripada yang dilakukan orang lain. Apa yang dilakukan para sahabat dengan memakamkan Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di rumah merupakan kekhususan.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Para nabi dimakamkan di tempat ia meninggal dunia". HR. Ibnu Majah
Alasan yang lain adalah agar tidak banyak orang yang melintas di sampingnya dan untuk membedakan antara makam beliau dan makam para sahabat.
Imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang berwasiat agar jenazahnya nanti dimakamkan di rumahnya. Ia menjawab, hendaknya jenazahnya dimakamkan di pemakaman kaum Muslimin.
Fiqih Sunnah®

Sabtu, 05 Januari 2013

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 26122012

MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
 
( lanjutan ................
Dalam hadits ini juga dilarang, "Meminum dengan bejana yang terbuat dari perak", yakni Nabi melarang kita meminum dari tempat yang terbuat dari emas, apakah minuman itu air, susu, kuah, atau lainnya, yang meminumnya itu, baik laki-laki atau perempuan, karena larangan memakai wadah dari emas dan perak itu mencakup perempuan dan laki-laki, tidak ada perbedaan antara tempat yang murni perak atau sepuhan dari perak, semuanya tetap haram.
 
Adapun tempat dari emas, maka hal itu lebih diharamkan lagi. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahi Alaihi wa Sallam dimana beliau besabda, "Janganlah kalian meminum dengan tempat yang terbuat dari emas, jangan makan dari piring-piringnya, itu semua khusus bagi mereka (orang kafir) didunia dan khusus bagi kalian di akhirat"[155].
 
Adapun membuat pelana, maka ia seperti bantal, yakni mengisinya dengan kapas dan menjadikan tenda pada ujung-ujungnya yang terbuat dari sutera yang diikatkan di atas kuda atau unta untuk tempat duduk penunggangnya tempat ia beristirahat. Demikian pula Al-Qussy (sutera halus) dan selainnya, semua itu merupakan jenis sutera dan diharamkan untuk laki-laki, mereka tidak boleh memakai sutera tidak juga duduk di atasnya, tidak juga menjadikannya hamparan (permadani), dan tidak juga membuatnya selimut. Adapun bagi perempuan, maka mereka diperbolehkan memakai sutera, karena mereka memerlukannya untuk berhias dan mempercantik diri, seagaimana Allah Ta'ala berfirman,
 
"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran".  (QS. Az-Zukhruf :18)
 
Yakni, orang yang memakainya untuk hiasan, sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang jelas dalam pertengkaran, seperti mereka yang tidak demikian yaitu kaum laki-laki, mereka tidak memamerkan dan menonjolkan diri dengan perhiasan, karena mereka merasa puas dengan jiwa kepahlawannya dan kelelakian mereka daripada berhias dan mempercantik diri dengan perhiasan-perhiasan.
 
Adapun bagi perempuan yang menjadikan sutera sebagai hamparan, selimut dan tempat duduknya, maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Di antara mereka ada yang melarang berdasarkan pada cakupan hadits ini, dan sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang membuat pelana dan yang serupanya, dan sebagian mereka berkata, "Sesungguhnya perempuan itu diperbolehkan memakai sutera karena dia membutuhkannya. Adapun menjadikannya sebagai hamparan, maka bukanlah kebutuhannya untuk menjadikannya sebagai hamparan. Pendapat ini lebih dekat dengan pendapat yang menghalalkannya secara mutlak, karena hukum itu berkisar berdasarkan sebabnya, dengan adanya sebab atau dengan ketiadaannya.
 
 
[155].       Shahih Al-Bukhari (5426,5633) dan Muslim (2067) dari hadits Hudzaifah bil Al-Yaman Radhiyallahu Anhu.
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®