Sesuatu yang Disunnahkan agar Dilakukan
saat Menghadapi Sakaratul Maut
7. Membayar Segala Tanggungan Mayat.
Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jiwa seorang Mukmin tergantung dengan hutangnya sampai dibayar". (HR. Ahmad)
Pengertian hadits ini adalah, celaka atau bahagianya seorang Mukmin setelah meninggal dunia tidak akan diproses sampai semua hutang-hutangnya telah dibayar. Dengan kata lain, jiwanya tertahan untuk memasuki surga sampai hutangnya dibayar. Hal ini berlaku bagi orang yang meninggal dunia dan memiliki harta warisan yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutang-hutangnya. Adapun orang tidak memiliki harta, dan ia telah memiliki tekad yang kuat untuk melunasi hutang-hutangnya, namun ia lebih dulu meninggal dunia, maka Allah SWT yang akan membayar hutangnya. Hal yang sedemikian juga berlaku bagi orang yang memiliki harta dan berke-inginan untuk membayar hutangnya, tapi ahli warisnya tidak mau melakukan-nya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mengambil harta orang lain dan ingin membayarnya, maka Allah (membantunya) untuk melunasinya. Dan barang siapa yang mengambil harta orang lain dengan disertai keinginan untuk menghilangkannya, maka Allah SWT akan menghancurkannya".
Imam Ahmad, Abu Nu'aim, Bazzar dan Thabrani meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Allah memanggil orang yang memiliki hutang pada hari kiamat sampai dia berdiri didepan Allah SWT. Kemudian ditanyakan kepadanya, 'Wahai Ibnu Adam, untuk apa engkau mengambil hutang ini dan untuk apa engkau menyia-nyiakan hak orang lain ?. Ia menjawab, 'Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui hamba telah mengambilnya. Harta itu habis bukan karena aku yang memakannya, bukan karena aku yang meminumnya, bukan karena aku menyia-nyiakan hak (orang lain), tapi aku tetimpa musibah kebakaran, pencurian dan kerugian'. Allah berfirman, Hamba-Ku benar, dan Aku adalah yang berhak membayar hutangmu'. Kemudian Allah SWT memerintahkan agar diambilkan sesuatu, lalu Dia meletakkannya dipiringan timbangan amal kebaikannya sehingga kebaikan-nya lebih berat daripada keburukannya. Setelah itu, ia masuk kedalam surga karena mendapat rahmat-Nya".
Pada mulanya Rasulullah SAW enggan untuk menshalati orang yang meninggal dunia yang masih memiliki tanggungan hutang kepada orang lain. Namun, setelah Allah SWT memberikan kemenangan atas banyak negeri dan mendapatkan banyak harta rampasan, beliau bersedia untuk menshalati orang yang masih memiliki hutang dan melunasi semua hutang-hutangnya. Beliau bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari, "Aku lebih berhak terhadap orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki tanggung-an hutang, dan tidak meninggalkan warisan, maka kami akan melunasinya. Dan jika ia memiliki harta warisan, maka harta itu untuk ahli warisnya".
(HR. Bukhari).
Berdasarkan hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggal dunia, sementara ia masih memiliki tanggungan hutang, maka hutang-hutangnya boleh dilunasi dengan menggunakan harta yang ada di Baitul Mal, karena ia termasuk bagian dari delapan golongan yang menerima zakat, infak dan sedekah, yaitu Gharimin.
Melalui hadits ini juga dapat dipahami hutang belum dianggap lunas meskipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
Fiqih Sunnah®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar