MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
( lanjutan ................
Ada satu permasalahan yaitu barangkali seseorang yang bersumpah atau barangkali juga Anda yang bersumpah, ini seringkali terjadi pada tamu yang berkunjung kepadamu, ia berkata, "Demi Allah, jangan kamu menyembelih apapun untuk saya", kemudian Anda juga bersumpah dan berkata, "Demi Allah, saya akan meyembelih ayam untukmu", disini siapa yang akan menepati, yang pertama atau yang kedua? Yang menepati adalah yang pertama, karena haknya sudah tetap, dan kita katakan kepada orang yang kedua yaitu si pemilik rumah yang bersumpah untuk menyembelih ayam, "Jangan kamu sembelih, bayarlah kafarat atas sumpahmu, karena yang pertama lebih dahulu dan lebih berhak untuk ditepati".
Disini juga ada permasalahan yang harus dipahami dalam perkara ini, yaitu sebagian orang yang tidak mengerti apabila kedatangan tamu, maka si tamu bersumpah dengan mempermainkan talak seraya berkata, "Sumpah, akau akan menalak istri-istriku – jika ia punya banyak istri – jika kamu menyembelih sesuatu untukku", kemudian orang yang punya rumah berkata, "Dan saya bersumpah akan menalak istriku jika aku menyembelih sesuatu untukmu". Ini adalah kekeliruan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang bersumpah hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah atau dia diam"[151]. Adapun sumpah talak, maka tidak diperbolehkan, apa dosa seorang istri hingga kamu menalaknya?!. Ini adalah kekeliruan yang besar.
Saya katakan kepada kalian, bahwa para mufti (pemberi fatwa) sekarang sekarang ini – termasuk saya – berfatwa bahwa sesungguhnya seseorang jika ingin bersumpah dengan talak untuk mengancam atau meyakinkan maka talaknya tidak jatuh, dan wajib baginya kafarat sumpah; yakni hukumnya adalah hukum sumpah, akan tetapi saya katakan kepada kalian, "Bahwasanya sebagian besar ahlul ilmi, di antaranya para pemegang mazhab yang empat menyatakan bahwa hal ini sudah termasuk talak, jika ia tidak menunaikan apa yang dikatakannya, maka ia harus mentalak istrinya, masalah ini sangat berbahaya sekali, jangan kalian menyangka bahwa seseorang jika memfatwakan sesuatu yang mudah itu maka permasalahannya pun akan mudah, akan tetapi permasalahannya sangatlah berbahaya, jika para pemilik mazhab yang empat; Al-Maliki, As-Ssyafi'i, Al-Hanafi, dan Al-Hambali semuanya berpendapat bahwa hal ini sudah termasuk ke dalam talak, dan jika ia bersumpah dengan talak untuk tidak menyembelih hewan (sebagai jamuan) kemudian ia malah menyembelih, maka ia menalak istrinya. Dan jika kamu bersumpah dengan talak untuk menyembelih hewan (sebagai jamuan) kemudian kamu malah tidak menyembelih, maka kamu harus menalak istrimu. Menurut mazhab yang empat ini bukanlah masalah yang ringan, dan perbedaan pendapat dalam masalah ini juga bukan sesuatu yang ringan, maka janganlah kalian menyepelekan masalah ini, karena sangat berbahaya.
Sebagai contoh, jika kamu kembali kepada istrimu sedangkan talaknya adalah talak akhir, dan kamu menjima'nya, maka menurut mazhab yang empat jima' kamu itu adalah jima' yang diharamkan. Adapun berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa itu adalah sumpah, dan harus membayar kafarat dan halallah bagimu", permasalahannya sungguh sangat berbahaya, karena kita wajib saling mencegahnya, jangan sampai kita mengatakan jika hal ini terjadi, "Pergilah ke Syaikh bin Baz atau Ibnu Utsaimin, atau orang kedua dan ketiga", hal ini tidaklah ada manfaatnya, karena disana ada ulama-ulama yang lebih besar dan mulia di antara mereka ada yang berpendapat bahwa hal ini termasuk talak, jika talak ini merupakan talak akhir, maka sesungguhnya si istri telah di talak ba'in, ia tidak halal lagi bagi suaminya, kecuali setelah menikah dengan yang lain. Saya katakan, "Ini bertujuan agar kalian tidak menyepelekan permasalahan ini, karena masalah ini adalah masalah yang sangat berbahaya, barangsiapa yang bersumpah maka hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah, dia mengatakan, "Demi Allah".
Kemudian saya tunjukkan kepada kalian perkara yang sangat penting, jika kamu bersumpah maka katakanlah, "Insya Allah" walaupun rekanmu itu tidak mendengarnya, karena jika kamu mengatakan "Insya Allah", maka Allah akan memudahkan urusanmu sampai ditepatinya sumpah itu, jika diperkirakan bahwa apa yang kamu inginkan itu tidak membuahkan hasil maka tidak ada kafarat atasmu, ini adalah faedah yang besar.
Jika kamu mengatakan kepada seseorang misalnya, "Demi Allah, jangan sembelih untukku, kemudian kamu mengatakan antaramu dan hatimu, "Insya Allah" – antaramu dan hatimu – kemudian ia menyembelih untukmu, maka tidak mengapa bagimu, tidak ada kafarat bagimu, demikian pula sebaliknya, jika kamu mengatakan "Demi Allah, saya akan sembelih" kemudian kamu berkata, - antaramu dan hatimu- "Insya Allah", dan rekanmu tidak mendengarnya, sesungguhnya jika kamu tidak menyembelih maka tidak ada kafarat bagimu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa yang bersumpah, kemudian ia mengatakan, Insya Allah, maka tidak melanggar sumpah", ini adalah faedah yang besar, maka jadikanlah ini pada lisan-lisan kalian, selamanya jadikanlah "Insya Allah" atas lisan-lisan kalian,sehingga akan ada dua faedah : Pertama, dimudahkannya urusanmu. Kedua, Jika Anda melanggar sumpah, maka tidak ada kafarat bagimu.
[151]. Shahih al-Bukhari (2679, 6646) dan Muslim (1646) dari hadist Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar