Memandikan Jenazah
( ........lanjutan)
Berkaitan dengan memotong kuku mayat, memotong kumisnya, atau menca-but rambut ketiaknya, mayoritas ulama menyatakan makruh. Sementara Ibnu Hazm menyatakan boleh.
Para ulama sepakat, jika ada sesuatu (kotoran) yang keluar dari perut mayat setelah ia dimandikan dan sebelum tubuhnya dibalut dengan kain kafan, maka tempat keluarnya kotoran tersebut harus dicuci lagi.
Sementara itu, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban untuk me-nyucikannya (wudhu) lagi. Ada yang berpendapat, ia (mayat) wajib disucikan. Ada pula yang menyatakan tidak wajib(1).. Ada juga yang berpendapat bahwa mayat harus dimandikan lagi.
Hadits yang menjadi landasan atas ijtihadnya para ulama adalah hadits yang bersumber dari Ummu Athiyyah, dia berkata, Pada saat putra Rasulullah SAW wafat, beliau menemui kami lalu bersabda,
"Mandikan ia dengan tiga, lima, tujuh (guyuran) atau lebih dari itu jika me-mang dibutuhkan dengan air dan daun shidr (jenis tanaman yang berduri). Untuk siraman yang terakhir, campur airnya dengan kapur barus atau yang sejenis dengannya. Jika kalian telah selesai, beritahu aku".
Setelah selesai, kami menemui Rasulullah SAW dan memberitahukan kepada beliau. Lantas beliau menyerahkan kain (kafan) kepada kami seraya berkata, "Balut tubuhnya dengan kain kafan ini".
Hikmah agar dicampur dengan kapur barus, sebagaimana pandangan para ulama, karena kapur barus berbau wangi. Sehingga pada saat itulah, Malaikat akan datang menemuinya. Disamping itu, kapur barus juga dapat mendinginkan, menguatkan, mengeraskan tubuh mayat, mengusir serangga, dan mencegah sehingga tubuhnya tidak cepat membusuk. Jika tidak ada kapur barus bisa juga dengan benda lain yang memiliki khasiat yang sama dengan kapur barus atau sebagian dari khasiat yang ada pada kapur barus.
Fiqih Sunnah®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar