MEMERINTAHKAN YANG MA'RUF DAN
MENCEGAH YANG MUNKAR
( lanjutan................
192. Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah Hindun Binti Abi Umayyah Huzaifah Radhiyallahu Anha, dari Nabi SAW sesungguhnya beliau bersabda, "Sesungguhynya telah ditetapkan atas kalian seorang pemimpin, kalian mengetahuinya kemudian kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang membenci, maka ia terbebas, barangsiapa yang mengingkari maka ia selamat, akan tetapi barangsiapa yang meridhai dan mengikuti", mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus memerangi mereka?" Beliau menjawab, "Jangan, selagi mereka masih mendirikan shalat bersama kalian".
(HR. Muslim)
Maknanya orang yang menbenci dengan hatinya dan tidak mampu mengingkari dengan tangannya maupun dengan lisannya, maka ia terbebas dari dosa, berarti ia juga telah menunaikan tugasnya. Dan orang yang mengingkarinya sesuai dengan kemampuannya, maka ia akan selamat dari makssiat. Barangsiapa yang ridha dengan perbuatan mereka dan mengikutinya, berarti dia adalah orang yang bermaksiat.
PENJELASAN
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah membuat sebuah permisalan bagi orang yang menegakkan batasan Allah dan bagi orang yang melampaui batas dengan kenyataan yang ada, yaitu permisalan dengan sekelompok kaum yang mengadakan undian dalam sebuah kapal, sebagian mereka berada diatas dan sebagian berada di bawah, orang-orang berada yang diberada di bawah ketika ingin mangambil air harus melewati orang-orang yang di atas. Kemudian mereka berkata, "Mengapa kita tidak melubangi saja bagian kita dan mengambil air (dari bawah) darinya, sehingga kita tidak merepotkan orang yang diatas?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Jikalau sekiranya mereka mencegah tangan-tangan tersebut, maka mereka akan selamat semuanya. Namun, jika mereka tidak mencegah atau malah membiarkan tangan-tangan tersebut, maka mereka akan binasa semuanya". Kita pernah menjelaskan bahwa hendaknya bagi seorang pengajar jika ada makna rasional yang jauh dari gambaran dan pemahaman, ia membuat permisalan yang sessuai dengan realitanya. Dalam hadits ini, sebagaimana yang disebutkan oleh penulis di dalam pelajaran kita kali ini, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa akan ada di antara kita pemimpin yakni yang mengurusi perkara-perkara kita yaitu penguasa, di antaranya ada yang kita kenal dan ada yang kita ingkari, artinya mereka tidak menegakkan batasan-batasan Allah, mereka juga tidak menjalankan perintah-Nya, kamu mengetahuinya dari mereka dan mengingkarinya. Mereka ini adalah pemimpin yang dibaiat, barangsiapa yang mengingkari dan tidak menyukainya, maka ia selamat. Dan barangsiapa yang ridha dan mengikutinya, maka ia akan hancur, sebagaimana pemimpin itu juga hancur. Kemudian para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tidakkah kita harus memerangi mereka ?" Beliau menjawab, "Tidak selagi di antara kalian masih ada yang menegakkan shalat". Hadits ini menunjukkan bahwa mereka yaitu para pemimpin itu, jika kita melihat sesuatu dari mereka yang kita ingkari, maka kita harus memungkiri hal tersebut dan membencinya, jika mereka diberi hidayah, maka akan bermanfaat bagi kita dan bagi mereka, jika tidak, maka manfaat buat kita dan bencana atas mereka. Sesungguhnya kita tidak boleh memerangi para pemimpin yang kita lihat berbuat kemungkara, karena dalam memerangi mereka itu terdapat keburukan yang besar dan akan menghilangkan banyak kebaikan. Karena jika mereka diperangi atau dilawan, maka hal itu akan menambah sesuatu kecuali keburukan mereka, karena mereka memandang bahwa diri mereka di atas semuanya. Jika orang-orang mencela mereka, maka orang-orang tersebut akan dibunuh dan bertambahlah kejahatan para pemimpin tersebut. Hanya saja Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan satu syarat untuk memerangi mereka, beliau berkata, "Selagi mereka masih mendirikan shalat". Ini menunjukkan bahwa jika para pemimpin itu tidak mendirikan shalat, kita harus memerangi mereka[48]. Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahawa meninggalkan shalat adalah kekafiran, oleh karenanya, kita tidak boleh memerangi para penguasa kecuali jika kita melihat dengan jelas kekafiran pada diri mereka, serta adanya petunjuk dari Allah. Karenanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengizinkan kita memerangi mereka jika mereka tidak mendirikan shalat, ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat adalah kekafiran yang dipandang jelas oleh kita dan adanya petunjuk dari Allah. Ini adalah pendapat yang benar bahwa orang yang meninggalkan shalat secara mutlak, dia tidak shalat berjamaah dan tidak juga di rumahnya, maka ia adalah orang kafir yang keluar dari agama. Dan tidak disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa orang yang meninggalkan shalat itu masuk surga, atau ia termasuk orang mukmin, atau juga ia selamat dari siksa neraka dan hal-hal yang menyerupainya.
Yang wajib adalah, menetapkan nash-nash berdasarkan keumumannya tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat, dan tidak ada seorang pun yang berhujjah dengan dalil yang mengatakan bahwa ia tidaklah kafir, kecuali hujjah yang tidak bermanfaat bagi mereka. Dan sesungguhnya keumuman nash tersebut terbagi menjadi lima macam :
1) Adakalanya karena tidak ada dalil sama sekali.
2) Dikarenakan keumuman nash ini dibatasi oleh satu sifat yang tidak mungkin mensifatinya meninggalkan shalat.
3) Barangkali keumuman nash ini dibatasi dengan kondisi yang beralasan seseorang meninggalkan shalat.
4) Bisa juga nash ini bersifat umum yang dikhususkan dengan nash-nash kafirnya orang yang meninggalkan shalat.
5) Adakalanya juga keumuman bash ini lemah.
Inilah lima bagian yang tidak terlepas dari dalil orang yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak dikatakan kafir selamanya. Menurut saya, yang benar dan tidak ada keraguan di dalamnya, bahwa orang yang meninggalkan shalat itu adalah kafir dengan kafiran yang mengeluarkannya dari agama, dan itu lebih dahsyat dari kekafirannya orang Yahudi dan Nasrani menetapkan agama mereka, sedangkan orang ini tidak menetapkannya, karena ia murtad, ia diminta untuk bertaubat, jika tidak bertaubat, maka harus dibunuh.
48. Syaikh Rahimahullah telah berkata di dalam tempat yang lain, menafsirkan secara global hal yang disebutkan di sini, ucapan beliau Rahimahullah, "Jika kita melihat hal hal ini misalnya, maka kita tidak boleh mengudeta mereka, sampai kita memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut, Jika kita tidak punya kemampuan, maka tidak boleh mengudetanya. Karena jika kita mengudetanya, dan kita tidak memiliki kemampuan akan hal itu, maka mereka akan menghancurkan sisa-sisa keshalihan ini, dengan demikian, sempurnalah kekuasaan mereka".
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar