Jumat, 21 September 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 11092012

Anjuran Mencari Waktu Dingin
Untuk Shalat Zhuhur
 
212.    Bersumber dari Abu Dzar ra, ia menyampaikan, "Seseorang muadzin Rasulullah SAW, telah mengumandangkan adzan untuk mengerjakan shalat zhuhur, kemudian Nabi SAW bersabda, 'Tangguhkan sampai agak dingin!'. Atau beliau bersabda, 'Tunggu, tunggu sebentar!'. Lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya panas yang sangat menyengat itu karena uap (mendidihnya) Neraka Jahannam. Oleh karena itu , manakala suhu panas mencapai titik maksimum, maka tangguhkanlah sampai agak dingin untuk mengerjakan shalat!'". Kemudian Abu Dzar ra berkomentar, "Hingga kami melihat bayang-bayang bukit".
(Muslim II : 108)
 
Ringkasan Shahih Muslim®

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 11092012

MEMERINTAHKAN  YANG  MA'RUF  DAN
MENCEGAH  YANG  MUNKAR
 
( lanjutan................
Ketiga, tidak menghilangkan kemunkaran dengan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Jika kita melarang sebuah kemunkaran yang kemudian kemungkaran itu bertambah besar, maka kita tidak boleh melakukan pelarangan itu, menolak kerusakan yang lebih besar dengan dua kerusakan yang lebih ringan. Karena jika dua kerusakan itu berbenturan pada diri kita, dimana keadaan salah satunya lebih berat, maka kita mencukupkan diri dengan kerusakan yang lebih kecil. Misalnya, ada seseorang yang sedang merokok di depan Anda, lalu Anda berkeinginan untuk melarang dan mengusirnya dari tempat Anda, namun Anda mengetahui, kalau orang ini dilarang, maka ia akan pergi ketempat orang-orang yang biasa meminum minuman keras, dan jelas minuman keras itu lebih besar dosanya ketimbang merokok, maka dalam keadaan seperti ini janganlah kita melarangnya, bahkan kalau bisa kita menyelesaikannya dengan cara yang lebih baik, supaya kemunkaran ini tidak menjadi lebih besar.
 
Diceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah melewati satu kaum dari orang Tartar di Syam, beliau menemukan mereka sedang meminum khamer -  waktu itu beliau bersama seorang temannya – lalu beliau melewati kaum tersebut tanpa menegurnya, maka teman beliau bertanya, "Kenapa Anda tidak melarang mereka ?". Beliau berkata, "Jika kita melarang mereka, maka mereka akan pergi merendahkan harga diri orang-orang muslim dan merampas harta benda mereka, ini lebih parah dari meminum khamer", maka beliau meninggalkan mereka karena khawatir mereka akan melakukan hal yang lebih buruk dari itu, ini merupakan pemahaman beliau yang mendalam.
 
Yang terpenting, bahwasanya disyaratkan pada kewajiban memerintahkan yang baik dan melarang kemunkaran agar tidak mengandung sesuatu yang lebih besar madharatnya, lebih besar dosanya, dan jika memang terkandung hal demikian, maka wajib menolak dua kerusakan yang lebih tinggi kepada yang lebih ringan, ini adalah kaidah yang masyhur di kalangan para ulama.
 
Syarat yang keempat, adanya perselisihan di antara para ulama, apakah menjadi syarat dalam memerintahkan yang baik dan melarang yang buruk, bahwa orang yang melakukannya harus melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarang terlebih dahulu sebelum menyampaikannya. Yang shahih adalah tidak disyariatkan, dia harus memerintahkan yang baik dan melarang kemunkaran, walaupun ia tidak melakukan kebaikan tersebut dan tidak menghindari kemunkarannya, maka dosanya untuknya, akan tetapi, wajib baginya memerintahkan kebaikan dan melarang kemunkaran, karena jika ia meninggalkan kebaikan dan tidak mencegah kemunkaran hanya karena ia tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larangan tersebut, maka dosa disandangkan kepadanya. Maka dari itu, wajib baginya memerintahkan kebaikan dan melarang kemunkaran, walaupun ia melakukan kemunkaran dari meninggalkan kebaikan tersebut. Tetapi pada umumnya, berdasarkan pada tabiat suci manusia, orang tidak akan memerintahkan orang lain dengan sesuatu yang ia tidak lakukan, bahkan ia merasa malu, dan merasa rendah diri, tidak pula melarang sesuatu yang dia kerjakan, tetapi ia wajib memerintahkan apa yang diperintahkan syariat walaupun ia belum bisa melaksanakannya, dan melarang dari kemungkaran yang di ingkari oleh syariat walaupun ia belum bisa meninggalkannya, karena setiap sesuatu dari keduanya punya kewajiban yang terpisah dari yang lain, dan dua hal itu tidak saling berkaitan.
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 11092012

KEMATIAN
 
Anjuran  Membaca  Doa  dan  Istirja'  Mendengar
Orang  Meninggal  Dunia
 
Bagi orang yang beriman, dianjurkan untuk membaca doa dan mengucapkan kalimat istirja' (Inna lillah wa Inna ilaihi raji'un) ketika mendengar salah satu dari anggota keluarganya meninggal dunia.
 
Berikut ini beberapa hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan hal tersebut,
 
1.    Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Abu Salamah. Dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah seorang Muslim tertimpa sesuatu, kemudian mengucapkan, 'Inna lilla wa Inna ilaihi rajia'un (Kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan dikembalikan). Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku, dan berilah ganti yang lebih baik darinya', kecuali Allah SWT memberi pahala atas musibah yang menimpanya dan memberi ganti yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah".  HR. Muslim
 
2.    Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jika anak Adam meninggal dunia, Allah berfirman kepada Malaikat, 'Engkau telah mengambil nyawa anak hamba-Ku?!. Malaikat menjawab, 'Iya'. Allah SWT berfirman, kepadanya, 'Engkau telah mencabut nyawa buah hatinya?!'. Malaikat menjawab, 'Iya'. Allah SWT berfirman, 'Lantas apa yang ia ucapkan?'. Malaikat menjawab, 'Iya memuji-Mu dan membaca Inna Lillahi wa Inna ilaihi raji'un'. Allah SWT lantas berfirman, 'Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah gedung di surga dan berilah nama dengan Baitul Hamd (gedung pujian)". Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
3.    Dalam kitab Imam Bukhari disebutkan hadits qudsi, Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman, "Tidaklah orang yang beriman dari hamba-Ku yang bersabar ketika orang yang dicintai di dunia Aku ambil nyawanya kecuali baginya adalah surga". HR. Bukhari
 
4.    Ibnu Abbas berkata terkait dengan firman Allah SWT. "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa Inna ilahi raji'un". Meraka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". (Al-Baqarah [2] :156-157)
Dia berkata, Allah memberitahukan kepada kita bahwasanya orang yang beriman kepada Allah SWT, tatkala ditimpa suatu musibah, kemudian ia mengembalikan semua-Nya kepada Allah SWT dan membaca istirja', maka Allah SWT akan memberi tiga kebaikan baginya, yaitu : keberkahan, rahmat dan petunjuk".
 
( berlanjut ................          
Fiqih Sunnah®

Kamis, 20 September 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 10092012

MEMERINTAHKAN  YANG  MA'RUF  DAN
MENCEGAH  YANG  MUNKAR
 
( lanjutan................
Kemudian juga, hendaknya orang memerintahkan kepada kebaikan dan yang melarang pada kemunkaran itu bersikap lembut dalam melaksanakannya, karena jika ia bersikap lembut, maka Allah Ta'ala akan memberikan padanya sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada orang lain yang bersikap kasar. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah akan memberikan kepada orang yang lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang kasar". Jika kamu bersikap kasar dalam menasehati seseorang, maka bisa jadi orang tersebut akan lari dan mengambil jalan kemuliaan denganjalan dosa, tidak melaksanakan apa yang kamu katakan. Namun sebaliknya, jika kamu datang dengan sesuatu yang baik, maka akan bermanfaat baginya.
 
Disebutkan, bahwasanya pada masa lalu ada seorang akuntan yang sering memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemunkaran, dimana ia melewati seseorang yang sedang menggunakan untanya untuk menarik air dari sumur, ketika azan maghrib tengah berkumandang, kebiasaan orang ketika mengambil air dengan menggunakan unta, mereka bersenandung dengan sebuah syair untuk meringankan kerja unta. Karena unta – Maha Suci Allah – menjadi tenang dengan senandung syair. Maka datanglah sang akuntanbersama yang lainnya, ia berbicara kepada oraqng yang sedang mengambil air tadi dengan ucapan yang buruk, sedangkan orang ini dalam keadaan lelah sehingga hatinya merasa kesal dan memukul sang akuntan dengan tongkat yang panjang, maka buru-burulah ia pergi meninggalkan orang tersebut lalu pergi ke masjid dan bertemu seorang syaikh, salah seorang cucu syaikh Muhammad Abdul Wahab rahimahullah. Kemudian sang akuntan berkata, "Sesungguhnya aku telah berbuat demikian dan berbuat demikian, lalu orang ini memukulku dengan tongkatnya". Pada hari selanjutnya, pergilah Syaikh tersebut ke tempat orang yang mengambil air tadi sebelum matahari tenggelam, kemudian ia berwudhu dan meletakkan terompahnya diatas kayu yang dipahat, lalu terdengarlah azan Maghrib, beliau berdiri seakan-akan ingin mengambil terompahnya, kemudian beliau berkata kepada orang itu, "Ya Fulan, ya akhi, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, kamu megharapkan kebaikan dengan pekerjaanmu ini, dan kamu dalam keadaan baik, tetapi sekarang sudah azan, jika kamu pergi ke masjid dan shalat Maghrib, lalu kembali lagi maka pekerjaanmu tidaklah akan tersia-siakan". Ucapan yang lembut dan luwes. Kemudian orang itu berkata, "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan", kemarin lewat disini seseorang yang tidak sopan, kemudian menghardikku, ia berkata kepadaku, "Kamu mencari manfaat dari keadaanmu, maka tidaklah ada manfaatnya bagimu", maka aku tidak bisa menahan diri dan akhirnya aku pukul ia dengan tongkatku, lalu Syaikh berkata,
"Perkara ini tidak perlu dengan pukulan, kamu orang yang berakal, berkatalah dengannya dengan ucapan lembut".
Kemudian orang itu menyandarkan tongkat-tongkat yang digunakan untuk memukul unta kemudian ia pergi (ke masjid) utnuk shalat maghrib dengan semangat.
 
            Hal ini terjadi karena yang pertama, dia bermuamalah dengan sikap yang kasar, sedangkan yang kedua bersikap dengan sikap yang lembut. Jika kita tidak berhasil mengatasi masalah ini, maka hendaknya kita merenungi sabda Rasulullah SAW,
"Sesungguhnya Allah memberikan kepada orang yang lembut apa yang tidak diberikan kepada orang yang kasar",
Dan beliau bersabda,
"Tidak ada kelembutan pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidaklah kelembutan dicabut dari sesuatu kecuali mengotorinya".
Maka hendaklah bagi orang yang memerintahkan kebaikan untuk menjaga sikap ini, sikap lembut dalan amar ma'ruf nahi munkar.
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 10092012

KEMATIAN
 
Sesuatu  yang  Disunnahkan  agar  Dilakukan  saat
Menghadapi  Sakaratul  Maut
 
7.    Membayar segala tanggungan mayat.
 
Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi meriwayatkan Abu Hurairah ra.,  bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda,
"Jiwa orang Mukmin tergantung dengan hutangnya sampai dibayar".
HR. Ahmad
 
Pengertian hadits ini adalah, celaka atau bahagianya seorang Mukmin setelah meninggal dunia tidak akan diproses sampai semua hutang-hutangnya telah dibayar. Dengan kata lain, jiwanya tertahan untuk memasuki surga sampai hutangnya dibayar. Hal ini berlaku bagi orang yang meninggal dunia dan memiliki harta warisan yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutang-hutangnya. Adapun orang yang tidak memiliki harta, dan tidak memiliki tekad yang kuat untuk melunasi hutang-hutangnya, namun ia lebih dulu meninggal dunia, maka Allah SWT yang akan membayar hutangnya. Hal yang sedemikian juga berlaku bagi orang yang memiliki harta dan berkeinginan untuk membayar hutangnya, tapi ahli warisnya tidak mau melakukannya.
 
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
 
"Barangsiapa yang mengambil harta orang lain dan ingin membayarnya, maka Allah (membantunya) untuk melunasinya. Dan barangsiapa yang mengambil harta orang lain dengan disertai keinginan untuk menghilangkannya, maka Allah SWT akan menghancurkannya".  HR. Bukhari
 
Imam Ahmad, Abu Nu'aim, Bazzar, dan Thabrani meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda,
 
"Allah memanggil orang yang memiliki hutang pada hari kiamat sampai dia berdiri di depan Allah SWT. Kemudian ditanyakan kepadanya, 'Wahai, Ibnu Adam, untuk apa engkau mengambil hutang ini dan untuk apa engkau menyia-nyiakan hak orang lain?. Ia menjawab, 'Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui hamba telah mengambilnya. Harta itu habis bukan karena aku yang memakannya, bukan karena aku yang meminumnya, bukan karena aku menyia-nyiakan hak (orang lain), tetapi aku tertimpa musibah kebakaran, pencurian, dan kerugian'. Allah berfirman, Hamba-Ku benar, dan Aku adalah yang berhak membayar hutangmu', kemudian Allah SWT memerintahkan agar diambilkan sesuatu, lalu Dia meletakkannya di piringan timbangan amal kebaikannya sehingga kebaikannya lebih berat daripada keburukannya setelah itu, ia masuk kedalam surga karena mendapat rahmat-Nya"
HR. Ahmad
 
Pada mulanya Rasulullah SAW, enggan untuk menshalati orang yang meninggal dunia yang masih memiliki tanggungan hutang kepada orang lain. Namun, setelah Allah SWT memberikan kemenangan atas banyak negeri dan mendapatkan banyak harta rampasan, beliau bersedia untuk menshalati orang yang masih memiliki hutang dan melunasi semua hutang-hutangnya.
 
Beliau bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari,
 
"Aku lebih berhak terhadap orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki tanggungan hutang, dan tidak meninggalkan warisan, maka kami akan melunasinya. Dan jika ia memiliki harta warisan, maka harta itu untuk ahli warisnya".  HR. Bukhari
 
Berdasarkan hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggal dunia, sementara ia masih memiliki tanggungan hutang, maka hutang-hutangnya boleh dilunasi dengan menggunakan harta yang ada di Baitul Mal, karena ia termasuk bagian dari delapan golongan yang menerima zakat, infak dan sedekah, yaitu Gharimin.
 
Melalui hadits ini juga dapat dipahami bahwa hutang belum dianggap lunas meskipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
 
( berlanjut ................          
Fiqih Sunnah®