Jumat, 21 Desember 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Isya' 18122012

MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
 
( lanjutan ................
 
Disebutkan ada seorang Yahudi sedang bersin di sisi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yakni ia berusaha membersinkan diri, supaya ia didoakan dengan ucapan "Yarhamukallah", karena mereka mengetahui bahwa beliau adalah seorang Nabi dan doanya dengan rahmat dapat membawa manfaat buat mereka, tetapi sebenarnya hal itu tidaklah bermanfaat bagi mereka, karena orang kafir jika kalian doakan dengan rahmat, hal itu tidak akan bermanfaat bagi mereka, maka tidak boleh kamu mendoakannya dengan dengan rahmat jika ia mati tidak juga dengan ampunan. Allah Ta'ala berfirman,
 
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, Bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam". (QS. At-Taubah : 113)
 
Jika dikatakan, bukankah Nabi Ibrahim memintakan ampun untuk bapaknya sedangkan Ibrahim berada di jalan yang lurus dan tauhid?. Jawabnya secara jelas ada pada firman Allah,
 
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun".  (QS. At-Taubah : 114)
m
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 18122012

Memakamkan  Jenazah
 
Hukum  Mengecat  Makam dan Menulis  sesuatu  Padanya
           
Dari Jabir ra., ia berkata, Rasulullah SAW melarang mengapuri (mengecat) makam, duduk di atasnya dan mengecatnya.
HR. Ahmad, Muslim, Nasa'i, Abu Daud  dan Tirmidzi.
 
Tirmidzi mengatakan hadits ini shahih, dan redaksinya adalah, "Rasulullah SAW melarang mengecat makam, menulis sesuatu padanya, membangun sesuatu di atasnya, dan menjadikan tempat hajat". HR. Tirmidzi. Dalam redaksi Imam Nasa'i, "Rasulullah SAW melarang membangun di atas makam, menambahi sesuatu, mengecat, atau menulis sesuatu padanya". Mkasud kata mengecat adalah mengecat dengan warna putih atau sering dikenal dengan mengapuri.
 
Mayoritas ulama ahli fikih berpendapat bahwa larangan dalam hadits ini maksudnya adalah makruh. Sementara Ibnu Hazm berpendapat bahwa larangan ini memiliki arti haram.
 
 Ada yang mengatakan, sebab larangan ini adalah bahwasanya makam merupakan tempat mayat, bukan tempat makhluk hidup, sementara mengecatnya termasuk perhiasan dunia dan hal yang sedemikian tidak dibutuhkan mayat.
 
Ada juga yang mengatakan bahwa larangan mengecat makam disebabkan karena kapur yang dipergunakan untuk mengecat hasil dari pembakaran. Hal ini diperkuat dengan riwayat Zaid bin Arqam, ia berkata kepada orang yang ingin membangun makan dan mengecatnya dengan kapur, "Kamu telah melampaui batas. Janganlah kamu mendakatkan sesuatu yang sudah dibakar padanya".
 
Adapun memplester makam dengan tanah liat, menurut sebagian para ulama hukumnya adalah boleh. Imam Tirmidzi berkata, "Sebagian ulama, di antaranya adalah Hasan al-Basri, memperbolehkan memplester makam dengan tanah liat".
 
Imam Syafi'i berkata, "Memplester makam dengan tanah liat hukumnya boleh".
 
Jafar bin Muhammad meriwayatkan dari ayahnya bahwasanya makam Rasulullah SAW ditinggikan satu jengkal dan diplester dengan tanah liat merah dari halaman rumah dan ditaburi dengan kerikil. Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad, dalam kitab at-Talkhish, Ibnu Hajar tidak berkomentar mengenai hal ini.
 
Membangun makam dengan batu, kayu, meletakkan mayat dalam peti jika tanah tidak dalam keadaan lembek dan berair juga dipandang makruh oleh para ulama sebagaimana halnya mengecatnya. Tapi jika tanah dalam keadaan berair dan lembek, maka mayat diperbolehkan dimasukkan kedalam peti dengan tanpa disertai hukum makruh.
 
Mughirah meriwayatkan bahwasanya Ibrahim berkata, "Para sahabat lebih suka bata yang masih mentah dan kurang suka dengan bata yang sudah dibakar. Mereka juga lebih senang dengan bambu dan kurang menyukai kayu".
 
Berdasarkan pada hadits di atas juga dapat dipahami bahwa menulis sesuatu pada makam juga dilarang, termasuk juga menulis nama mayat.
 
Setelah menakhrij hadist ini, Hakim berkata, "Sanad hadits ini shahih, tapi untuk mengamalkannya tidak wajib, karena Imam kaum Muslimin baik dari daerah timur maupun barat menulis nama mereka pada makam. Hal ini merupakan perbuatan yang diterima ulama khalaf (masa sekarang) dari ulama salaf (masa lampau)".
 
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa perbuatan seperti ini merupakan hal yang baru (bid'ah). Dalam pandangan mazhab Hambali, larangan menulis sesuatu pada makam sebagaimana yang tercantum dalam hadits Rasulullah SAW lebih cenderung pada hukum makruh, baik tulisan yang ada berupa ayat Al-Qur'an ataupun nama mayat yang menempati makam tersebut. Dan pendapat ini disepakati oleh mazhab Syafi'i. Lebih dari itu,  mazhab Syafi'i menyatakan bahwa penulisan nama bagi para ulama atau orang yang saleh pada makamnya hukumnya adalah sunnah, karena hal ini bertujuan agar mereka tetap di kenal (generasi setelahnya).
 
Mazhab Imam Malik berpendapat jika tulisan yang ada pada nisan yang diletakkan pada dimakam berupa tulisan Al-Qur'an, maka hukumnya adalah haram. Tapi jika tulisan yang ada pada nisan hanya berupa keterangan tentang nama dan meninggal yang bersangkutan, maka hukumnya makruh.
 
Mazhab Hambali berpendapat, tulisan yang ada di nisan hukumnya haram, kecuali jika ada kekhawatiran mayat yang dimakamkan pada makam tersebut tidak dapat dikenal lagi, maka hukumnya tidak makruh.
 
Ibnu Hazm berkata, jika nama orang yang meninggal dunia ditulis pada batu nisan, maka saya tidak memandangnya termasuk hal yang makruh.
 
Dalam hadits yang telah disebutkan sebelumnya juga dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW melarang menambah tanah pada makam yang diambilkan dari luar (tempat pemakaman). Mengenai hal ini, Baihaki menulisnya dalam bab tersendiri. Baihaki mengatakan, hendaknya tempat untuk pemakaman mayat tidak ditambahi dengan tanah dari luar (atau sekitarnya) agar tidak menjadikannya lebih tinggi.
 
Syaukani berkata, sesuai dengan redaksi hadits secara umum maksud kata ziyadah dalam hadits Rasulullah SAW, adalah menambahi tanah. Ada juga yang menafsirkan bahwa kata ziyadah maksudnya adalah menambah (memakamkan) jenazah dalam satu makam.
 
Imam Syafi'i lebih cenderung pada pendapat pertama. Ia berkata, hendaknya tempat pemakaman jenazah tidak ditambahi dengan tanah yang dikeluarkan dari galian lubang untuk memakamkan jenazah. Hal ini bertujuan agar makam tidak terlalu menjadi tinggi. Tapi jika di tambah, juga tidak maslah.
 
Fiqih Sunnah®

Kamis, 20 Desember 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 18122012

Gadis Remaja Boleh Bernyanyi pada Hari Raya
 
432.    Bersumber dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, 'Rasulullah SAW masuk, ketika di dekatku ada dua orang gadis remaja tengah menyanyikan lagu Bu'ats. Kemudian beliau tidur-tiduran di atas permadani sembari memalingkan wajahnya. Lalu Abu Bakar masuk dan menghadiriku sambil berkata, 'Seruling syaitan ada di dekat Rasulullah SAW!'. Mendengar pernyataan Abu Bakar, beliau SAW menghadap ke Abu Bakar, lalu bersabda, "Biarkan mereka itu!". Tatkala Abu Bakar lengah, aku memberi isyarat mata kepada kedua gadis remaja itu agar keluar. Hari itu adalah hari raya, dimana orang-orang Sudan sedang bermain-main dengan perisai dan tombak. Boleh jadi aku yang meminta kepada Rasulullah SAW dan boleh jadi beliaulah yang menawari, "Apakah engkau ingin melihat?"  Maka aku jawab, 'Ya, ingin'  Beliau lalu menyuruhku berdiri di belakang beliau. Pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau bersabda, "Teruskanlah permainan kalian, hai Bani Arfadah (orang-orang Habasyah)!" Ketika aku telah merasa bosan, beliau bertanya, "Sudah cukup?"  Aku jawab, 'Ya, cukup!' Rasulullah SAW bersabda, "Kalau begitu, pergilah!".
           (Muslim III : 22)
 
Ringkasan Shahih Muslim®                      

Pembacaan Hadits ba'da Isya' 17122012

MENGAGUNGKAN KEHORMATAN ORANG-ORANG MUSLIM, MENJELASKAN HAK-HAK MEREKA, BERSIKAP LEMBUT DAN KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
 
( lanjutan ................
 
Di dalam hadits ini terdapat peringatan untuk berusaha menjaga diri dari apa yang bisa menambah flu, jika tidak dijaga, maka sesungguhnya flu itu biasanya tidak ada obatnya jika menyerang seseorang, dan sesungguhnya ia tidak akan hilang kecuali jika sudah habis, akan tetapi di antara sebab-sebabnya yang dapat meringankannya adalah tidak sering berada pada cuaca dingin, tidak minum air dingin, dan tidak mendinginkan diri setelah merasa hangat, dialah yang menjadi dokter bagi dirinya.
 
Kemudian yang sering diucapkan oleh sebagian orang awam, jika kamu mengucapkan kepadanya, "Yarhamukallah", dimana mereka berkata, "Yahdiina wa yahdiikumullah" ini tidak benar, karena seseorang mengucapkan kepadamu, "Yarhamukallah", maka bagaimana bisa kamu menjawabnya dengan"Yahdiina wa yahdiikumullah", kamu mendoakan untuk dirimu sebelum mendoakannya! Ya kalau ia mengucapkan, "Yarhamunaa wa Yarhamukallah", maka ucapkanlah, "Yahdiina wa yahdiikumullah", akan tetapi ia hanya mengucapkan, "Yarhamukallah", sebagaimana yang diperintahkan, maka kamu pun menjawabnya sebagaimana yang diperintahkan, ucapkanlah, "Yahdiikumullah wa yushlihu balakum".
 
( berlanjut ................
SyarahRiyadhus Shalihin®

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 17122012

Memakamkan  Jenazah
 
Larangan Duduk, Bersandar dan Melangkahi Makam
           
Duduk, bersandar dan melangkahi makam dilarang dalam Islam. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Amru bin Hazm. Ia berkata, Rasulullah SAW melihatku sedang bersandar pada makam, lantas beliau bersabda, "Janganlah engkau engkau menyakiti penghuni makam ini!"
HR Ahmad dengan sanad yang shahih.
 
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
"Sekiranya salah seorang dari kalian duduk di atas bara api dan membakar bajunya hingga menempel pada kulitnya, itu lebih baik baginya daripada ia duduk di atas makam". HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah.
 
Berdasakan pada hadits ini, yang di dalamnya mengandung ancaman dari Rasulullah SAW., Ibnu Hazm berpendapat bahwa duduk di atas makam hukumnya adalah haram. Ibnu Hazm berkata, "Pendapat ini sesuai dengan pernyataan sebagian kaum salaf, di antaranya adalah  Abu Hurairah".
 
Mayoritas ahli fikih berpendapat bahwa duduk di atas makam hukumnya makruh. Imam Nawawi berkata, "Menurut pendapat Imam Syafi'i, sebagaimana yang tercantum dalam kitab al-Umm dan yang paling banyak diikuti, duduk di atas makam hukumnya makruh". Makruk di sini maksudnya adalah makruh tanzih (makruh yang mendekati pada haram), sebagaimana yang sudah masyhur dikalangan ahli fikih dan sudah dijelaskan oleh mereka. Hukum makruh tanzih atas duduk di atas makam merupakan pendapat mayoritas ahli fikih, di antaranya adalah an-Nakhi, al-Laits, Ahmad dan Daud. Bersandar pada makam juga makruh hukumnya.
 
Ibnu Umar, Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa duduk di atas makam hukumnya boleh. Imam Malik, sebagaimana yang tercantum dalam kitab al-Muwaththa', mengatakan, "Menurut kami, larangan duduk di atas makam berlaku bagi orang yang ingin buang hajat, baik kencing maupun buang air besar".
 
Dalam hal ini, Imam Malik menyebutkan hadits yang dhaif, Imam Ahmad menyatakan dhaif penafsiran yang dikemukakan Imam Malik, seraya berkata, apa yang ia katakan tidak benar.
Imam Nawawi mengatakan, penafsiran seperti ini merupakan penafsiran yang lemah dan batal, Ibnu Hazm mengemukakan tidak benarnya penafsiran ini dengan beberapa bukti dan alasan.
 
Perbedaan pendapat yang ada, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berkaitan dengan duduk selain untuk buang hajat. Sementara duduk di atas makam untuk buang hajat, para ahli fikih sepakat bahwa hukumnya adalah haram. Para ahli fikih juga sepakat bahwa atas diperbolehkannya berjalan di atas makam jika memang dalam keadaan terpaksa. Seperti, jika tidak bisa sampai ke tempat pemakaman kecuali dengan melintasi makam yang sudah ada, maka dalam kondisi seperti ini, diperbolehkan melintas di atas makam
 
Fiqih Sunnah®