Jumat, 29 Juli 2011

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 28072011



Dari: Nahnu Delapansatu <nahnu081@yahoo.com>
Kepada: "humsattaqwa.2011@blogger.com" <humsattaqwa.2011@blogger.com>
Dikirim: Jumat, 29 Juli 2011 14:10
Judul: Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 28072011


H A J I
 
Allah berfirman : "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam".
 
(Ali Imran : 97)
 
1.    Dari Ibnu Umar ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Islam didirikan atas lima sendi, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan Shalat, memberikat Zakat, mengerjakan Haji ke Baitullah dan Berpuasa pada bulan Ramadhan".
 
(HR. Bukhari dan Muslim)


Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 29072011


I'tikaf  Sepuluh Hari yang Terakhir dari Bulan Ramadhan
 
633.    Bersumber dari Aisyah ra, bahwa Nabi SAW  sering beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah SWT. Kemudian isteri-isteri beliau, sepeninggal beliau, beri'tikaf seperti beliau.
 (Muslim III:175)
 
I'tikaf  Sepuluh  Hari  Pertama dan Sepuluh Hari  Pertengahan
 
634.    Berasal dari Aisyah ra., ia mengatakan, 'Adalah Rasulullah SAW, bila sepuluh hari yang terakhir (dari bulan Ramadhan) datang, beliau beribadah semalam suntuk(*) dan membangunkan isteri-isterinya. Beliau bersungguh-sungguh dan bersemangat sekali'.(**)
 (Muslim III:176)      
 
(*).     Maksud adalah kebanyakannya berdasarkan perkataannya dalam
           Hadits sebelumnya No. 390 yang berbunyi, 'Aku tidak tahu kalau Nabi
           SAW shalat diwaktu malam hingga shubuh'
 
(**).  Ini adalah suatu kinayah atau ibarat. Menjauhi istri untuk menyibukkan
           dirinya dengan ibadah.                                           
           
 
[Ringkasan Shahih Muslim®]

Pembacaan Hadits Ba'da Isya 28072011

I' T I K A F
 
Waktu  Pelaksanaan  I'tikaf
            Bagi orang yang bernazar untuk i'tikaf, dia harus melakukannya jika nazarnya telah terpenuhi. Jika bernazar untuk i'tikaf  selama satu hari atau lebih, dia wajib melaksanakannya sebagaimana yang telah diucapkannya.
            Untuk i'tikaf yang sunnah, pelaksanaannya tidak dibatasi oleh waktu. I'tikaf sunnah dapat dilakukan ketika seseorang berada didalam masjid, kemudian dia berniat i'tikaf, baik dalam waktu yang lama maupun hanya sesaat. Dia memperoleh pahala selama berada didalam masjid tempat dia i'tikaf. Kemudian, jika dia keluar lalu masuk kembali kedalam masjid, hendaknya dia memperbarui niatnya, apabila masih ingin beri'tikaf.
            Ya'la bin Umayah berkata, "Aku berada di masjid dalam sesaat dan aku berbuat demikian tidak lain karena aku bermaksud i'tikaf".
            Atha' berkata, "Seseorang dikatakan melakukan i'tikaf selama dia berada dalam masjid dan berniat untuk i'tikaf. Jika dia duduk dimasjid dengan mengharapkan pahala, maka dia sudah sudah dikatakan telah melakukan i'tikaf. Jika tidak, maka dia tidak melakukan i'tikaf".
            Seseorang yang sedang beri'tikaf yang sunnah dibolehkan menghentikan i'tikafnya kapan saja, meskipun waktu yang diinginkan belum usai.
            Dari Aisyah ra., bahwa jika Rasulullah hendak i'tikaf, beliau melakukan shalat shubuh terlebih dahulu, lalu masuk ke tempat (yang disediakan untuk) i'tikaf. Suatu hari, beliau hendak i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau menyuruh dibuatkan ruang khusus (*) bagi beliau. Istri-istri Rasulullah juga meminta agar dibuatkan tempat khusus untuk dipergunakan i'tikaf. Ketika Rasulullah hendak shalat shubuh, beliau melihat ruang yang dipasang itu, lantas beliau bertanya, "Apa ini ?, Apakah kebaikan yang kalian inginkan ?"
            Aisyah berkata, lalu Rasulullah menyuruh agar merobohkan ruangan yang telah dibuat, istri beliau juga disuruh melakukan hal yang sama, hingga semua ruangan dirobohkan. Kemudian beliau membatalkan i'tikafnya dan mengganti pada sepuluh hari pertama di bulan Syawal.
            Perintah Rasulullah kepada istrinya agar merobohkan ruangan yang telah dibuat untuk i'tikaf, meskipun mereka telah berniat melakukannya, merupakan satu dasar atas dibolehkannya menghentikan i'tikaf meskipun sudah dimulai. Hadits ini juga menegaskan bahwa seorang suami dibolehkan melarang istrinya melakukan i'tikaf dengan tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu kepadanya. Inilah pendapat yang dikemukakan mayoritas ulama. Tetapi, jika suami telah memberikan persetujuan bagi mereka untuk beri'tikaf, apakah dia dibolehkan melarang istrinya setelah itu ?. Menurut Syafi'i, Ahmad, dan Daud, suami dibolehkan melarang istrinya meskipun pada awalnya dia memberikan izin kepadanya untuk beri'tikaf.
 
(*) Keterangan ini menjadi dalil dibolehkannya seseorang yang beri'tikaf
    mengambil satu tempat didalam masjid yang akan digunakan untuk
    dirinya beri'tikaf,selama tidak mengganggu orang lain.
    Sebaiknya, dia mengambil tempat dibagian belakang atau disisi-sisi
    masjid, supaya lebih leluasa dan bebas, serta tidak mempersempit
    tempat orang lain.
           
 
 
 
[Fiqih Sunnah – Sayyid Sabiq®]

Kamis, 28 Juli 2011

Pembacaan Hadits Ba'da Shubuh 28072011


Kapan Orang yang Hendak Beri'tikaf  Masuk  ke Tempat I'tikaf ?
 
631.    Bersumber dari Aisyah ra, ia berkata, 'Adalah Rasulullah SAW apabila hendak beri'tikaf, beliau mengerjakan shalat shubuh terlebih dahulu.  Baru kemudian beliau masuk ketempat i'tikafnya. Sesungguhnya beliau pernah memerintahkan agar dibuatkan tenda, lalu dibuatkan ketika beliau hendak beri'tikaf di sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan. Zainab pernah (juga) memerintahkan agar dibuatkan tenda, lalu dibuatkan (juga). Kemudian ada (juga) beberap isteri Nabi SAW yang memerintahkan dibuatkan tenda, lalu dibuatkan (juga). Sehingga tatkala beliau selesai mengerjakan shalat shubuh, beliau melihat banyak tenda. Maka kemudian beliau bersabda, "Kebajikan seperti apa yang mereka inginkan ?". Kemudian beliau memerintahkan agar tenda-tenda itu dirobohkan saja. Selesai mengerjakan i'tikaf di bulan Ramadhan itulah, beliau masih melanjutkan i'tikafnya lagi di sepuluh hari yang pertama dari bulan Syawwal.
(Muslim III:175)
 
I'tikaf  Sepuluh  Hari  Pertama dan Sepuluh Hari  Pertengahan
 
632.    Bersumber dari Abu Sa'id al-Khudri ra, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah mengerjakan i'tikaf selama sepuluh hari yang pertama dari bulan Ramadhan. Kemudian beliau beri'tikaf (lagi) pada sepuluh hari pertengahan bertempat di sebuah kubah kecil beralaskan tikar. Beliau ambil tikar tersebut dengan tangannya sendiri dan digelar disamping kubah tadi. Kemudian beliau melongokkan kepalanya ke jendela, lalu memanggil para sahabatnya. Tak lama kemudian, mereka pada datang menghadap beliau. Kepada mereka, beliau bersabda : "Sesungguhnya Lailatul Qadar itu akan datang pada sepuluh hari yang terakhir ini. Maka dari itu, barangsiapa diantara kalian mau beri'tikaf, maka hendaklah dia segera laksanakan !" Tak lama kemudian, para sahabat beramai-ramai beri'tikaf bersama Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda : "Sesungguhnya pernah diperlihatkan kepadaku Lailatul Qadar itu jatuh pada malam yang hitungannya ganjil, dan sesungguhnya pada pagi harinya aku bersujud diatas lumpur dan air". Pada pagi hari yang kedua puluh itulah Rasulullah SAW mengerjakan shalat shubuh. Kemudian malamnya turun hujan hingga masjid terkena tetesan air hujan. Aku perhatikan tanah dan bekas air hujan. Selesai mengerjakan shalat shubuh, beliau lalu keluar, sementara dahi dan ujung hidungnya basah terkena lumpur dan air. Hal itu terjadi pada malam yang kedua puluh satu.'
 (Muslim III:171-172)          
 
                                                           
[Ringkasan Shahih Muslim®]

Pembacaan Hadits Ba'da Isya 27072011


I' T I K A F
 
Macam-macam I'tikaf
            I'tikaf ada dua macam, yaitu sunnah dan wajib. I'tikaf sunnah adalah i'tikaf yang dilakukan seseorang secara sukarela dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan pahala dari-Nya, dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.  I'tikaf seperti ini lebih utama dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.
            I'tikaf wajib adalah i'tikaf yang diwajibkan oleh seseorang pada dirinya sendiri, seperti bernazar untuk  i'tikaf yang bersifat mutlak. Misalnya, ada orang yang berkata, "Apabila aku mendapatkan ini dan itu, maka aku harus beri'tikaf ". Ada juga karena nazar tapi bersyarat. Misalnya, seseorang berkata, "Jika penyakitku disembuhkan oleh Allah, maka aku akan beri'tikaf beberapa malam".
            Dalam Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda, "Siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, hendaknya dia menaatinya (melaksanakan nazarnya) ".
            Dalam Shahih Bukhari dinyatakan, bahwa Umar ra., berkata : "Wahai Rasulullah, aku pernah bernazar untuk beri'tikaf di Masjidil Haram satu malam". Beliau bersabda : "Penuhilah nazarmu".
 
 
 
[Fiqih Sunnah – Sayyid Sabiq®]