Selasa, 14 Februari 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Isya 13022012

Hukum Menyalati Bayi yang Keguguran
 
          Mayoritas ulama berpendapat dan tidak ada yang berbeda pendapat, bahwa bayi yang keguguran, yang usianya belum mencapai empat bulan, jenazahnya tidak perlu dimandikan dan tidak perlu dishalati. Ia cukup dikafani dan langsung dike-bumikan. Jika bayi tersebut usianya lebih dari empat bulan dan sempat mengalami kehidupan baik dengan tangisan ataupun gerakan badannya, maka ia dimandikan dan dishalati.
            Imam Hanafi, Malik, Uzai'i dan Hasan berpendapat bahwa jika tidak ada tan-da kehidupan dalam dirinya, ia tidak perlu dishalati, sebagai landasan atas pendapat ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Baihaki dari Jabir bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jika bayi yang keguguran memperlihatkan tanda-tanda kehidupan, maka ia tetap dishalati dan (apa yang ia punya) dapat diwarisi".
(HR. Tirmidzi)
            Dengan jelas hadits diatas menyebutkan bahwa bayi yang meninggal dunia harus dishalati jika ia menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
            Imam Ahmad, Sa'id, Ibnu Sirin, dan Ishak berpendapat bahwa jenazah bayi tetap dimandikan dan dishalati. Sebagaimana hadits yang telah disebutkan sebelum-nya, "Bayi yang keguguran tetap dishalati".
            Alasan lain atas ketetapan dalam menyalati bayi yang meninggal dunia adalah, bahwasanya bayi tersebut telah ditiupkan ruh kedalam tubuhnya. Karena-nya, ia memiliki hak untuk dishalati sebagaimana orang yang hidup lainnya. Dan Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwasanya bayi akan ditiupkan ruh kedalam tubuhnya saat berusia empat bulan.
            Para ulama mengatakan bahwa hadits yang dijadikan landasan oleh Imam Hanafi, Malik, Auza'i dan Hasan tidak dapat dijadikan hujjah, karena hadits tersebut mudhtharib (tidak jelas). Disamping, hadits ia mereka jadikan sebagai pijakan juga bertentangan dengan hadits yang lebih kuat. Dengan demikian, hadits yang mereka jadikan sebagai landasan tidak dapat di jadikan hujjah.
                                                                       
Fiqih Sunnah®

Tidak ada komentar: