Jumat, 05 Oktober 2012

Pembacaan Hadits Ba'da Maghrib 03102012

Memandikan Jenazah
 
( lanjutan .................
Jika jenazah yang dimandikan perempuan, bagi yang memandikan disunnahkan untuk mengurai rambutnya saat dimandikan kemudian memintalnya lagi dan diarahkan kebagian belakang. Dalam sebuah hadits dari Ummu Athiyah diriwayatkan bahwa ia memintal rambut putri Rasulullah SAW dengan tiga pintalan. Hafsha binti Sirrin bertanya kepada Athiyah, "Apakah mereka mengurai pintalan rambutnya dan memintalnya lagi dengan tiga pintalan". Ummu athiyah menjawab, "Iya". HR. Bukhari
 
Dalam riwayat Muslim dengan redaksi : Lalu kami memintal rambutnya dengan tiga pintalan; dua di pinggir dan yang satu di bagian ubun-ubun. HR. Muslim
 
            Dalam kitab Shahih Ibnu Hibban disebutkan bahwa perintah untuk memintalnya menjadi tiga pintalan berdasarkan sabda beliau, "Dan jadikan rambutnya menjadi tiga pintalan"
 
Setelah selesai dimandikan, badannya dikeringkan dengan kain yang bersih agar kafannya tidak basah (karena air yang menempel di badannya), dan membalurnya dengan minyak wangi. Rasulullah SAW bersabda, "Jika kalian memberi wewangian kepada mayat, maka berilah dengan hitungan ganjil".
HR. Ibnu Baihaki, Hakim dan Ibnu Hibban. Dan hadits ini dinyatakan shahih.
 
            Wail berkata, Sayyidina Ali memiliki minyak wangi, dan ia pernah berwasiat jika nantinya meninggal dunia agar tubuhnya dibalur dengan minyak tersebut. Ia juga berkata, "Minyak ini adalah sisa minyak dibalurkan pada tubuh Rasulullah".
 
            Berkaitan dengan memotong kuku mayat, memotong kumisnya, atau mencabut rambut ketiaknya, mayoritas para ulama menyatakan makruh. Sementara Ibnu Hazm menyatakan boleh.
 
            Para ulama sepakat, jika ada sesuatu (kotoran) yang keluar dari perut mayat setelah ia dimandikan dan sebelum tubuhnya dibalut dengan kain kafan, maka tempat keluarnya kotoran tersebut harus dicuci lagi.
 
            Sementara itu, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban untuk menyucikannya (wudhu) lagi. Ada yang berpendapat, ia (mayat) wajib disucikan. Ada pula yang menyatakan tidak wajib[1]. Ada juga yang berpendapat bahwa mayat harus dimandikan lagi.
 
            Hadits yang menjadi landasan atas ijtihadnya para ulama adalah hadits yang bersumber dari Ummu Athiyah, dia berkata. Pada saat putra Rasulullah SAW wafat, beliau menemui kami lalu bersabda,
 
"Mandikan ia dengan tiga, lima, tujuh (guyuran) atau lebih dari itu jika memang dibutuhkan dengan air dan daun shidr (jenis tanaman yang berduri). Untuk siraman yang terakhir, campur airnya dengan kapur barus atau yang sejenis dengannya. Jika kalian telah selesai, beritahu aku".
 
Setelah selesai, kami menemui Rasulullah SAW dan memberitahukan kepada beliau. Lantas beliau menyerahkan kain (kafan) kepada kami seraya berkata, "Balut tubuhnya dengan kain kafan ini"  HR. Bukhari
 
Hikmah agar dicampur dengan kapur barus, sebagaimana pandangan para ulama, karena kapur barus berbau wangi. Sehingga pada saat itulah, Malaikat akan datang menemuinya. Di samping itu, kapur barus juga dapat mendinginkan, menguatkan, mengeraskan tubuh mayat, mengusir serangga, dan mencegah sehingga tubuhnya tidak cepat membusuk. Jika tidak ada kapur barus, bisa juga dengan benda lain yang memiliki khasiat yang sama dengan kapur barus atau sebagian dari khasiat yang ada pada kapur barus.
 
( berlanjut ..............................
 
[1].           Pernyataan ini merupakan pandangan mazhab Syafi'i, Malik dan Ibnu Hanafi.
 
Fiqih Sunnah®

Tidak ada komentar: